Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
perkrmbangan
masyarakat dunia global dewasa ini sudah banyak yang sampai melintasi
batas-batas wilayah territorial suatu Negara. Dan hal ini sudah tentu memerlukan
suatu aturan atau norma yang jelas dan tegas. Yang memiliki tujuan untuk menciptakan
suatu kerukunandalam menjalin kerja sama antar Negara yang saling membutuhkan
dan saling menguntungkan.sumber hokum internasional seperti perjanjian
internasional, kebiasaan internasional dan sebagainya memiliki peranan yang
penting dalam mengatur masalah-masalah bersama yang dihadapi oleh subyek-subyek
hokum internasional.
1.2 Tujuan
makalah
ini kami susun selain untuk memenuhi tugas pendidikan kewarganegaraan adalah
sebagai penambah pengetahuan kita di dunia hukum internasional.
BAB II ISI
2.1 Pengertian Sistem Hukum Intenasional
Sistem hukum internasional adalah satu
kesatuan hukum yang berlaku dan wajib dipatuhi oleh seluruh warga di dunia atau
setiap negara. Sistem hukum internasional juga merupakan aturan-aturan yang
telah diciptakan oleh Negara-negara anggota
yang melintasi batas-batas Negara.
Pengertian
hukum internasional secara umum merupakan bagian hukum yang mengatur aktifitas
entitas dalam skala internasional hanya diartikan sebagai prilaku dan hubungan
antar Negara namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin
kompleks pengertian ini mulai meluas sehingga hukum internasional juga
mengurusi struktur dan prilaku organisasi internasional dan pada batas
tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Namun
disamping itu, para ahli mengemukakan pendapatnya, beberapa ahli tersebut
antara lain :
1.
J.G
Starke
Hukum
internasional adalah sekumpulan hukum-hukum yang sebagian besar terdiri dari
asas-asas dan karena itu biasanya ditaati dalam hubungan antar Negara.
2.
Wirjono
Prodjodikoro
Hukum internasional adalah hukum yang mengatur
perhubungan hukum antar berbagai bangsa di berbagai Negara.
3.
Mochtar
Kusuma Atmaja
Hukum
internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas Negara antara:
-
Negara dengan Negara
-
Negara dan subyek hukum lain
2.2
Asal Mula Hukum Internasional
Hukum
internasional sudah dikenal oleh bangsa romawi sejak tahun 89 SM. Mereka
mengenal dengan nama ius civile (hukum sipil) dan ius gentium (hukum antar
bangsa). Ius civile merupakan hukum internasional yang berlaku bagi warga
romawi dimanapun mereka berada. Ius gentium yang kemudian berkembang menjadi
ius inter gentium ialah hukum yang merupakan bagian dari hukum romawi yang
diterapkan bagi orang asing, yaitu yang bukan orang romawi.
Kemudian
hukum ini berkembang menjadi volkernrecht (bahasa jerman), dan law of nations
atau international law (bahasa inggris). Pengertian volkernrecht dan ius
gentium sebenarnya tidak sama karena dalam hukum romawi istilah ius gentium
memiliki arti ;
a.
Hukum
yang mengatur antaradua orang warga kota roma dan orang-orang asing.
b.
Hukum
yang diturunkan dari tata tertib alam yang mengatur masyarakat segala bangsa,
yaitu hukum alam yang menjadi dasar perkembangan hukum di eropa pada abad ke
15-19.
Seiring dengan perkembangan yang ada, pemahaman tentang hukum
internasional dapat dibedakan menjadi 2
hal, yaitu:
a.
Hukum
perdata internasional
Hukum perdata
internasional merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum-hukum antar warga
Negara suatu Negara dan warga Negara dari Negara lain.
b.
Hukum
publik internasional
Hukum public
internasional adalah hukum yang mengatur antara Negara satu dengan Negara yang
lain dalam hubungan internasional (hukum antarnegara).
Hukum perdata internasional berbeda dengan
hukum publik internasional dalam segi sifat hukum atau persoalan yang diaturnya.
Hukum perdata internasional adalah seluruh keadaan dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintasi batas Negara yang melintasi batas Negara atau
hubungan yang mengatur hubungan hukum perdata. Sedangkan hukum publik
internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
atau persoalan yang melintasi batas Negara yang bukan bersifat perdata.
Hukum internasional yang kita
kenal sekarang ini merupakan hasil dari diadakannya konfersi wina tahun 1969
yang diikuti oleh pakar hukum dunia. Hasil konferensi tersebut menyepakati
sebuah naskah hukum internasional baik yang menyangkut hukum publik ataupun
hukum perdata.
2.3 Asas-Asas Hukum Internasional
Dalam menjalin hubungan antar bangsa, ada beberapa asas yang harus
diperhatikan oleh setiap negara.
a. Asas
Teritorial
Didasarkan pada
kekuasaan negara atas daerahnya. Intinya, negara melaksanakan hukum bagi semua
orang dan semua barang yang ada di wilayah negaranya.
b. Asas
Kebangsaan
Didasarkan atas
kekuasaan negara untuk warga negaranya. Intinya, setiap warga negara dimanapun
dia berada tetap mnedapatka perlakuan hukum dari negaranya sendiri meskipun
seddang berada di negara asing.
c. Asas
kepentingan umum
Didasarkan pada
wewenang negara untuk melindungi dan mengatur kepentingan dalam kehidupan
masyarakat. Jadi, hukum tidak terikat pada batas-batas wilayah suatu negara.
Ketiga asas ini sangat penting untuk
diperhatikan, apabila tidak diperhatikan dengan baik maka akan timbul
ketidak-sesuaian hukum dalam menjalankan hubungan internasional.
2.4 Sumber Hukum Internasional
Menurut
Mochtar Kusumaatmaja dalam buku “Hukum Internasional Humaniter”, sumber hukum
internasional dapat dibedakan mennjadi sumber hukum dalam arti material dan
sumber hukum dalam arti formal.
a. Dalam Arti
Material
Hukum
internasional tidak dapat dipaksakan seperti hukum nasional. Pada dasarnya
masyarakat negara-negara atau masyarakat bangsa-bangsa yang anggotanya
didasarkan pada kesukarelaaan dan kesadaran, sedangkan kekuasaan tertinggi
tetap berada di negara masing-masing.
Meski demikian,
ada sebagian besar negara anggota masyarakat yang
mentaati kaidah-kaidah hukum internasional. Mengenai hal ini ada dua aliran
yang memiliki pendapat berbeda.
· Aliran
naturalis
Bersandar pada hak
asasi dan hak alamiah. Menurut teori ini, hukum internasional adalah hukum alam
sehingga kedudukannya dianggap lebih tinggi dari pada hukum nasional. Pencetus
teori ini adalah Grotius (Hugo De Groot) dan kemudian disempurnakan oleh
Emmerich Vattel, ahli hukum dan diplomat Swiss.
· Aliran
positivisme
Mendasarkan
berlakunya hukum internasional pada persetujuan bersama dari negara-negara
ditambah dengan asas pacta sunt servanda yang dianut oleh mazhab Wina dengan
pelopornya yaitu Hans Kelsen. Menurut Hans Kelsen pacta sunt servanda merupakan
kaidah dasar pasal 26 Konvensi Wina
tentang Hukum Perjanjian (Viena Convention of The Law of treatis)
tahun 1969.
b. Dalam Arti Formal
Menurut
Brierly, sumber hukum internasional dalam arti formal merupakan sumber hukum
paling utama dan memiliki otoritas tertinggi dan otentik yang dapat
dipergunakan oleh Mahkamah Internasional di dalam memutuskan suatu sengketa
internasional. Pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16
Desember 1920 dapat dipakai oleh Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan
persoalan Internasional.
Sumber-sumber
hukum internasional sesuai dengan yang tercantum di dalam Piagam Mahkamah
Internasional pasal 38 adalah sebagai berikut :
· Perjanjian
Internasional (Traktat=Teraty)
· Kebiasaan-kebiasaan
internasional yang terbukti dalam praktik umum dan
....diterima sebagai hukum
· Asas-asas
umum hukum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab
· Keputusan-keputusan
hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum ....internasional
dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk ....menentukan
hukum, dan
· Pendapat-pendapat
para ahli hukum yang terkemuka
2.5 Subjek Hukum Internasional
Pihak-pihak
yang dapat disebut sebagai subyek hukum internasional adalah sebagi berikut :
a. Negara
Merupakan subyek
hukum internasional dalam arti klasik, artinya bahwa lahirnya hukum internasional
negara sudah diakui sebagi subyek hukum internasional.
b. Takhta Suci
Subyek hukum yang
merupakan peninggalan sejarah sejak zaman dahulu ketika paus bukan hanya
merupakan kepala gereja Roma tetapi juga memiliki kekuasaan duniawi.
c. Palang Merah
Internasional
Merupakan salah
satu subyek hukum internasional dan hal ini diperkuat dengan adanya perjanjian,
kemudian diperkuat oleh beberapa konvensi Palang Merah (konvensi Jenewa)
tentang perlindungan korban perang.
d. Organisasi Internasional
Merupakan subyek
hukum yang mempunyai hak-hak dan kewajiban yang ditetapkan dalam
konvensi-konvensi internasional.
e. Orang
Perseorangan
Dalam arti yang
terbatas orang perseorangan dapat dianggap sebagai subyek hukum internasional.
f. Pemberontakan dan
Pihak dalam Sengketa
Menurut hukum
perang, pemberontak dapat memperoleh kedudukan dan hak sebagai pihak yang
bersengketa dalam beberapa hal tertentu.
2.6 Hubungan Hukum Internasional
Dengan Hukum Nasional
Adanya
hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional ternyata menarik para
ahli hukum untuk menganalisis lebih jauh. Terdapat 2 aliran yang coba
memberikan gambaran bagaimana keterkaitan antara hukum internasional dengan
hukum nasional. Kedua aliran itu adalah :
a. Aliran monisme
Tokoh nya ialah
Hanz kelsen dan george scelle. Menurut aliran ini hukum nasional dan
internasional merupakan satu kesatuan. Hal ini disebabkan :
1. Walaupun kedua sistem hukum tersebut mempunyai istilah yang berbeda,
tetapi subjek hukumnya tetap sama, yaitu individu yang terdapat dalam suatu
negara.
2. Sama-sama meiliki kekuatan hukum yang mengikat
b. Aliran Dualisme
Tokohnya adalah
Triepel dan anzilotti aliran ini beranggapan bahwa hukum internasional dan
hukum nasional merupakan dua sistem terpisah yang berbeda satu sama lain.
Menurut aliran ini perbedaan kedua hukum tersebut disebabakan oleh :
1. Perbedaan sumber
hukum
2. Perbedaan
mengenai subjek
3. Perbedaan
mengenai kekuatan hukum
2.7 Proses
Ratifikasi Hukum Internasional Menjadi Hukum Nasional
1. Proses ratifikasi hukum internasional menurut UU no 24 tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional menimbang
:
a. Bahwa dalam rangka mencapai tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana
tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, Pemerintah
Negara Republik Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat internasional,
melakukan hubungan dan kerja sama internasional yang diwujudkan dalam
perjanjian internasional;
b. Bahwa ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian
internasional sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 sangat ringkas,
sehingga perlu dijabarkan lebih lanjut dalam suatu peraturan
perundang-undangan;
c. Bahwa Surat Presiden Republik
Indonesia No. 2826/HK/1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang "Pembuatan
Perjanjian-Perjanjian dengan Negara Lain" yang selama ini digunakan
sebagai pedoman untuk membuat dan mengesahkan perjanjian internasional sudah
tidak sesuai lagi dengan semangat reformasi;
d. Bahwa pembuatan dan pengesahan
perjanjian internasional antara Pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah
negara-negara lain, organisasi internasional, dan subjek hukum internasional
lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara
pada bidang-bidang tertentu, dan oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu
perjanjian internasional harus dilakukan dengan dasar-dasar yang jelas dan
kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan perundang-undangan yang jelas
pula,
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam Huruf a, b, c dan d perlu dibentuk Undang-undang
tentang Perjanjian Internasional.
Pasal 5 :
1) Lembaga negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, di tingkat pusat dan daerah, yang mempunyai rencana untuk
membuat perjanjian internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi dan
koordinasi mengenai rencana tersebut dengan Menteri.
2) Pemerintah Republik Indonesia dalam mempersiapkan pembuatan perjanjian
internasional, terlebih dahulu harus menetapkan posisi Pemerintah Republik
Indonesia yang dituangkan dalam suatu pedoman delegasi Republik Indonesia.
3) Pedoman delegasi Republik Indonesia, yang perlu mendapat persetujuan
Menteri, memuat hal-hal sebagai berikut :
a) Latar belakang permasalahan;
b) Analisis permasalahan ditinjau
dari aspek politis dan yuridis serta aspek lain yang dapat mempengaruhi
kepentingan nasional Indonesia;
c) Aposisi Indonesia, saran, dan
penyesuaian yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan.
4) Perundingan rancangan suatu perjanjian internasional dilakukan oleh
Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin oleh Menteri atau pejabat lain sesuai
dengan materi perjanjian dan lingkup kewenangan masing-masing.
2. Proses ratifikasi perjanjian internasional menurut pasal 11 UUD 1945
a) Pengertian Ratifikasi
Ratifikasi merupakan suatu cara
yang sudah melembaga dalam kegiatan hukum (perjanjian) internasional. Hal ini
menunbuhkan keyakinan pada lembaga-lambaga perwakilan-perwakilan rakyat bahwa
wakil yang menandatangani suatu perjanjian tidak melakukan hal-hal yang
bertentangan dengan kepentingan umum.
b) Proses Ratifikasi
Ratifikasi merupakan proses pengesahan. Berikut
adalah contoh proses ratifikasi hukum (perjanjian internasional) menjadi hukum
nasional :
· Persetujuan Indonesia-Belanda mengenai penyerahan Irian Barat yang ditandatangani
di New York
· Januari 1962) disebut Agreement.
· Perjanjian Indonesia-Australia mengenai garis batas wilayah antara
Indonesia dengan Papua Guinea yang ditandatangani di Jakarta 12 Februari 1973
dalam bentuk agreement.
· Persetujuan garis batas landas kontinen antara Indonesia-Singapura 25
Mei 1973
3. Proses ratifikasi
menurut UUD 1945
Pasal 11 UUD
1945 menyatakan bahwa “Presiden dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan
perjanjian dengan negara lain”. Untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kerja
sama antara eksekutif (Presiden) dan legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat),
harus diperhatikan hal-hal berikut :
1) Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang dapat
menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan
beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
3) Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan
undang-undang
2.8 Peradilan Internasional
Peradilan
Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah
satu organ perlengkapan PBB yang berkedudukan di Denhaag (Belanda).
Para angota
nya terdiri atas ahli hukum terkemuka, yakni 15 orang hakim yang dipilih dari
15 negara berdasarkan kecakapannya dalam hukum. Masa jabatan mereka 9 tahun,
sedangkan tugasnya antara lain selain memberi nasehat tentang persoalan hukum
kepada majelis umum dan dewan keamanan, juga memeriksa perselisihan atau
sengketa antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepada mahkamah
internasional.
Mahkamah internasional dalam
mengadili suatu perkara berpedoman pada perjanjian-perjanjian internasional (
traktat-traktat dan kebiasaan- kebiasaan internasional ) sebagai sumber-sumber
hukum. Keputusan Mahkamah Internasional merupakan keputusan terakhir walaupun
dapat diminta banding. Disamping pengadilan mahkamah internasional, terdapat
juga pengadilan arbitrase internasionl. Arbitrase internasional hanya untuk perselisihan
hukum, dan keputusan para arbitet tidak perlu berdasarkan peraturan hukum.
Dalam hukum
internasional dikenal juga istilah adjudikation, yaitu suatu tehnik hukum untuk
meyelesaikan persengketaan internasional dengan menyerahkan keputusan kepada peradilan.
Adjudikasi berbeda dengan arbitrase karena adjudikasi mencangkup proses
kelembagaan. Yang dilakukan oleh lembaga peradialan tetap semntara arbitrase
dilakukan melalui prosedur ade hoc. Lembaga peradilan internasional pertama
yang berkaitan dengan adjudikasi adalah permanent court of internasional
justice ( PCJI ) yang berfungsi sebagai bagian dari sistem LBB mulai tahun 1920
hingga 1946. PCJI dilanjutkan dengan kehadiran internasional court of justice
(ICJ), suatu organ pokok PBB.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
1. Kesimpulan
Jadi,
hubungan internasional merupakan aturan-aturan yang telah di ciptakan bersama
negara-negara anggota yang melintasi batas-batas negara. Peradilan
Internasional dilaksanakan oleh Mahkamah Internasional yang merupakan salah satu
organ perlengkapan PBB. Sumber Hukum Internasional adalah sumber-sumber yang
digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutuskan masalah-masalah hubungan
internasional. Sumber hukum internasional dibedakan menjadi sumber hukum dalam
arti materil dan formal. Dalam arti materil, adalah sumber hukum internasional
yang membahas dasar berlakunya hukum suatu negara. Sedangkan sumber hukum
formal, adalah sumber dari mana untuk mendapatkan atau menemukan
ketentuan-ketentuan hukum internasional. Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa sistem hukum dan peradilan internasional itu sangat diperlukan oleh suatu
negara untuk tetap mempertahankan eksistensi dan kemakmuran suatu negara.
2. Saran
Seharusnya
kita dapat menghargai dan ikut mengerti tentang masalah sengketa internasional
dengan cara memenuhi dan mematuhi kewajiban perjanjian internasional.